TEORI
SINTAKSIS MUTAKHIR
Dosen pembimbing : Ermawati S.,S.Pd.,M.A
Disusun oleh
Kelompok :
5
Nama :
1. Parsonangan
2. Mega Septina Jerita
3. Siti Rohmatun
4. Waya Sada Ningsih
5. Yelmi Safina
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Riau
Pekanbaru
2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirobilalamin,
puji
syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya, yang telah memeberikan kesehatan serta kekuatan kepada kami hingga
saat ini. Tanpa itu semua mungkin segala sesuatu yang kami lakukan akan
terkendala. Sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini.
Dengan
begitu Alhamdulillahhirobilalamin, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya dan semampu kami. Sungguh merupakan suatu kebahagiaan
bagi kami karena dapat menyelesaikan makalah ini yang judul “Teori-teori Sintaksis Mutachir”,
dalam mata kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia. Makalah ini sudah kami buat dengan sebaik-baiknya dan semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan kami. Apabila terdapat kesalahan dalam makalah
ini kami sangat berharap agar dosen pembimbing mata kuliah Sintaksis Bahasa
Indonesia ini yaitu ibu Ermawati S, S.Pd., M.A., serta teman-teman seperjuangan
dan para pembaca makalah ini dapat memberikan kritikan serta sarannya. Guna
untuk perbaikan kami dalam membuat makalah untuk kedepannya.
Pekanbaru, 5 Mei 2014
Penyusun
Teori-teori sintaksis mutakhir
a.
Teori sintaksis struktural
1. Prinsip-prinsip
teori sintaksis struktural
Menurut Lyons
(1968:38-52), tata bahasa struktural pada umunya dan sintaksis struktural
khususnya didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
a. Prioritas
bahasa lisan
Linguistik struktural berpendapat bahwa bahasa lisan
adalah primer dan bahasa tulisan pada dasarnya adalah alat untuk
mempresentasikan bahasa lisan dalam medium lain. Prinsip dari prioritas bahasa
lisan terhadap bahasa tulisan berarti bahwa bahwa bahasa lisan lebih tua dari
pada bahasa tulisan.
b. Linguistik
adalah ilmu pengetahuan deskriptif, bukan preskreptif
Ahli tata bahasa tradisional cenderung untuk
mengonsumsikan bahwa bahasa tulisan bukan hanya fundamental dari bahasa lisan,
tetapi juga bahwa suatu bentuk tertentu dari bahasa tulisan, yaitu bahasa
sastra, “ lebih murni” dan lebih “benar” disbanding dengan semua bentuk bahasa
lainnya; dan bahwa tugasnya sebagai tatabahasawan adalah untuk menjaga
kelangsungan dari bentuk bahasa ini dari
kerusakan.
c. Linguis
tertarik pada semua bahasa
Kebanyakan linguis dewasa ini menahan diri dari
berspekulasi tentang asal-usul perkembangan bahasa dalam istilah umum. Mereka
telah menemukan bahwa telaah semua bahasa memberi harapan. Hasil telaah seperti
ini sampai sekarang belum memberikan titik-titik terang pada masalah yang lebih
umum dari asal-usul dan perkembangan bahasa dalam sejarah masa lalu manusia.
d. Prioritas
pemerian sinkronis
Pemerian sinkronis tidak terbatas pada analisis
bahasa lisan modern. Seseorang dapat melakukan analisis sinkronis dari bahasa
yang telah “ mati” asalkan ada cukup bukti yang disimpan dalam catatan-catatan
tertulis yang disampaikan kepada kita.
e. Pendektan
struktural
Ciri yang paling menonjol dari linguistic
modern adalah strukturalisme. Hal ini
berarti bahasa dipandang sebagai suatu sistem hubungan yang unsur-unsurnya tidak mempunyai validitas secara bebas akan
ekuivalensi dan kontras yang berlaku diantaranya.
f. Langue
dan parole
Hubungan antara langue dan parole sangat kompleks, dan
agak controversial. Ujaran adalah contoh parole,
yang dijadikan sebagai bukti oleh linguis untuk kontruksi struktur yang
mendasar : langue. Karena itu, langue
yaitu sistem bahasa , yang dideskripsikan oleh linguis.
2. Konsep-konsep
dasar sintaksis
a. Klasifikasi
kata
Fries seorang strukturalis menyatakan bahwa
klasifikasi kata tradisional, yang umumnya mengelompokkan semua kata ke dalam
delapan jenis, yaitu nomina, pronominal, verbal, adjektiva, adverbial,
preposisi, konjungsi dan interjeksi. Fries (1964:76-109) mengklasifikasikan
semua kata dalam bahasa inggris ke dalam dua kelas utama yaitu (1) kata-kata
kelas (class word) dan (2) kata-kata fungsi (function words).
b. Kontruksi
sintaksis
Kontruksi sintaksis adalah pengaturan kata-kata atau
kelompok-kelompok kata menjad kesatuan yang bermakna:dan kontruksi sintaksis
sintaksis terdiri atas frasa, klausa dan kalimat.
c. Konstituen
Konstituen adalah suatu satuan sintaksis yang
berkomunikasi dengan satuan sintaksis hanya untuk membuat konstruksi.
d. Analisis
konstituen langsung
Menurut teknik
ini, suatu konstruksi selalu dianalisis kedalam dua konstituen langsungnya.
Selama masih ada konstituen yang merupakan konstruksi, maka konstruksi harus
dianalisis ke dalam konstituen langsungnya hingga konstituen akhir tercapai,
yaitu kata-kata tunggal.
3. Organisasi
sintaksis struktural
Sintaksis
|
Konstruksi sintaksis
|
frasa
|
Klausa
|
kalimat
|
Kaidah-kaidah sintaksis
|
Analisis sintaksis
|
b. Teori-teori
tata bahasa generative transformatif
1.
Latar belakang sejarahnya
Dalam
tahun 1957, ketika pengaruh strukturalisme mencapai puncak kejayaannya, Noam
Chomsky, seorang guru besar dalam bahasa-bahasa modern di Institut Teknologi
Massachusetts, menerbitkan bukunya yang berjudul Syntac. Dalam bukunya Chomsky
menentang asumsi kebanyakan asumsi dasar tentang tahanan linguistik.
Asumsi-asumsi linguistik struktural tidak mampu menangani
kalimat-kalimat taksa atau kalimat ambigu. Ambiguitas ini tidak hanya berasal
dari kata-kata didalam kalimat tersebut, melainkan berasal dari struktur
kalimat.
Sehubungan dengan ketidakmampuan teori linguistik struktural untuk
memecahkan berbagai masalah kebahasaan tersebut, maka Chomsky memperkenalkan teori tata bahasa generatif transformasional
(TGT) sebagai reaksi terhadapnya. Teori TGT benar-benar berlandaskan pada
kreteria tiga ilmiah, yaitu keajegan-diri
(self-consistency), kesederhanaan-kehematan (economy), dan ketuntasan ( Samsuri
dalam Aminuddin, (1990:55).
2.
Prinsip-prinsip TGT
Menurut
Chomsky (1965-3-9), teori sintaksis TGT adalah teori tentang kompetensi.
Kompetensi adalah pengetahuan penutur asli tentang bahasanya. Teori linguistik
bersifat mentalistik, karena itu teori itu berurursan dengan penemuan realitas
mental yang mendasari tingkah laku aktual mendasar.
Kedua bahasa itu bersifat kreatif dan
inofatif. Ketiga TGT adalah seperangkat kaidah yang memberikanpemerian-pemerian
gramatikal kepada kalimat. Keempat, bahasa adalah cerminan pikiran.
Menurut
Akmajian dkk. (1984:5-7) asumsi-asumsi dasar TGT adalah sebagai berikut:
Pertama, bahasa manusia pada semua tingkatan dikuasai oleh kaidah.
Kedua, bahasa manusia yang beraneka ragam itu membentuk suatu fenomena yang
menyatu. Ketiga tujuan akhir linguistik bukanlah semata-mata untuk memahami
bagaimana bahasa itu terbentuk dan bagaimana fungsinya.
3.
Konsep-konsep dasar TGT
a.
Kompetensi
Kompetensi merujuk kepada kemampuan
penutur-pendengar yang ideal untuk mengasosiasikan bunyi dengan makna sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasanya (Chomsky, 1972:116).
b.
Performansi
Performansi yaitu apa yang
sesungguhnya dilakukan oleh penutur dan pendengar , didasarkan bukansaja pada
pengetahuannya tentang bahasanya, tetapi juga pada banyak faktor lain seperti
keterbatasan ingatan, perubahan perhatian dan minat, gangguan, pengetahuan
non-linguistik dan kepercayaan, dan sebagainya (Chomsky dan Halle, 1968:3).
c.
Struktur batin dan struktur lahir
Istilah struktur batin digunakan untuk
merujuk kepada representasi mental yang mendasari suatu ujaran. Menurut teori
Port-Royal, struktur lahir bersesuaian dengan bunyi, yaitu aspek fisik bahasa;
tetapi ketika sinyal dihasilkan dengan struktur lahirnya, maka disitu
berlangsung analisis mental yang sesuai dengan apa yang kita sebut struktur
batin, yaitu struktur formal yang menghubungkan secara langsung bukan kepada
bunyi, melainkan kepada makna.
d.
Kaidah struktur frasa
Kaidah struktur frasa adalah
serangkaian pernyataan yang menjelaskan, antara lain, tentang urutan
unsur-unsur yang mungkin dalam suatu kalimat atau kelompok kata.
e.
Pemarkah frasa
Menurut Crystal (1980:270)
pemarkah frasa adalah istilah yang digunakan dalam linguistik generatif untuk
merujuk kepada representasi struktur kalimat dalam kaitannya dengan kurung
berlabel, sebagaimana diberikan oleh kaidah-kaidah tata bahasa.
Menurut Ambrose-Grillet (1978:70)
ada tiga jenis pemarkah frasa, yaitu (1) pemarkah frasa basis, (2) pemarkah
frasa turunan, dan (3) pemarkah frasa umum.
f.
Transformasi
Menurut Crystal (1980:362)
transformasi adalah suatu operasi linguistis formal yang memungkinkan dua
tingkatan representasi struktural untuk ditempatkan dalam korespodensi.
4. Organisasi Sintaksis
TGT
Chomsky
(1965:15-18) mengemukakan bahwa TGT merupakan sistem kaidah yang dapat
digunakan untuk menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Sistem
kaidah ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen utama, yaitu :
-
Komponen sintaksis memerinci seperangkat
objek formal yang abstrak. Tiap-tiap objek ini mengandung semua informasi yang
relevan dengan interpretasi tunggal mengenai kalimat tertentu.
-
Komponen fonologis menentukan bentuk
fonetis suatu kalimat yang dihasilkan oleh kaidah sintaksis. Hal ini berarti
bahwa komponen fonologis menghubungkan suatu struktur yang dihasilkan oleh
komponen sintaksis dengan suatu sinyal yang dinyatakan secara fonetis.
-
Komponen semantis menentukan
interpretasi semantis suatu kalimat. Hal ini berarti bahwa komponen semantis
menghubungkan suatu struktur yang dihasilkan oleh komponen sintaksis dengan
representasi semantis tertentu.
Selanjutnya,
komponen sintaksis terdiri atas dua sub-komponen, yaitu (1) sub-komponen basis
dan (2) sub-komponen transformasi sub-komponen basis terdiri atas dua bagian,
yaitu (a) kaidah struktur frasa (KSF) dan (2) leksikon. Sub-komponen basis
menghasilkan seperangkat untaian dasar yang sangat terbatas.
C.
Teori Sintaksis Tata Bahasa Kasus
1.
Prinsip-prinsip Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa
kasus, yang pertama-tama diperkenalkan oleh Charles Fillmore. Merupakan
modifikasi berat dari teori TGT standar yang mendasarkan diri pada perbedaan
yang jelas antara struktur batin dan struktur lahir. Oleh karena itu, maka
sebagian dari prinsip-prinsip TGT yang dibahas terdahulu juga berlaku bagi tata
bahasa kasus (TK). Fillmore ( dalam Bach dan Jarms, 1968:2-3 ) menambahkan
beberapa prinsip atau asumsi penting sebagai berikut :
a.
Sintaksis
mempunyai kedudukan sentral dalam tata bahasa
b.
Kategori-kategori
tersembunyi ( covert categories ) memainkan peranan yang penting
c.
Struktur
dasar kalimat.
2.
Konsep-konsep Dasar Teori Sintaksis Tata
Bahasa Kasus
a. Kasus
ada satu konsep
dasar, yaitu kasus yang dimasukkan ke dalam komponen basis, untuk memperoleh
struktur batin yang lebih dalam. Crystal ( 1980:53) mendefinisikan kasus
sebagai suatu kategori gramatikal yang digunakan dalam analisis kelas-kelas
kata untuk mendefinisikan hubungan-hubungan sintaksis antara kata-kata dalam
kalimat. Selain itu, Kridaklasana (1982:74 ) menyatakan bahwa kasus adalah
kategori gramatikal dari nomina, atau adjektiva yang memperlihatkan hubungannya
dengan kata lain dalam konstruksi sintaksis.
Kasus-kasus
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Agentif, kasus dari pelaku pekerjaan
yang bernyawa, yang dinyatakan oleh verba.
2.
Instrumental, kasus dari kekuatan atau
objek yang terlihat secara kasual dalam aksi yang dinyatakan oleh verba.
3.
Datif, kasus dari makhluk bernyawa yang
dipengaruh oleh status aksi yang dinyatakan oleh verba.
4.
Fa’atif, kasus dari objek atau makhluk
yang berasal dari aksi atau status yang dinyatakan oleh verba,atau dipahami
sebagai bagian dari makna verba.
5.
Lokatif, kasus yang mengidentifikasi
lokasi atau orientasi ruang dari status atau aksi yang dinyatakan oleh verba.
6.
Objektif, kasus yang paling netral
secara semantis, kasus dari yang dapat diwakili oleh nomina yang peranannya
dalam aksi atau status yang dinyatakan oleh verba.
b. Kerangka Kasus
verba
diseleksi menurut lingkungan kasus yang disiapkan kalimat lingkungan kasus ini
disebut kerangka kasus ( case frame ). Setiap verba hendaknya dikaitkan dengan
kasus yang dapat menyertai atau muncul bersamanya. Verba lari, misalnya, dapat
dimasukkan ke dalam kerangka [ - A ], verba sedih ke dalam kerangka [ - D ],
verba memindahkan dan membuka ke dalam kerangka [ - O + A ], verba membunuh dan
menteror ( yaitu verba yang memerlukan subjek bernyawa dan objek bernyawa ) ke
dalam kerangka [ - D+A ], verba memberi ke dalam kerangka [- O+D+A], dan
sebagainya.
Verba
oven, misalnya, dapat muncul dalam [ - O ], [ - O + A ], [ - O + INS ], dan [ -
O + INS + A ] seperti dalam kalimat-kalimat berikut :
The door opened [ - O]
John opened the
door [-O+A ]
The wind opened
the door [- INS + A ]
John opened the
door with a chisel [-O+INS+A ]
c.Modalitas dan Proosisi
struktur dasar kalimat terdiri atas dua
komponen, yaitu (1) proposisi dan (2) modalitas. Proposisi adalah seperangkat
hubungan yang melibatkan verba dan nomina, sedang modalitas merupakan komponen
yang mencakup negasi,tense,modus,dan aspek. Dengan demikian, struktur kalimat
dapat dinyatakan sebagai berikut :
s ------- > M ( odalitas ) + P (
roposisi )
3. Kaidah- kaidah Tata Bahasa Kasus
a.
Sà M P
b.
PàV
C1 C2 ................Cn
c.
K à
FN
d.
FN à
Det N
4. Organisasi Sintaksis TK
Organisasi sintaksis TK hampir sama
dengan organisasi sintaksis TGT, hanya bedanya, Fillmore memasukkan konsep
kasus ke dalam komponen basis. Komponen basis ini terdiri atas unsur-unsur
berlabel secara semantis yang tidak berurutan. Struktur semantis lalu diubah
menjadi struktur lahir dengan serangkaian transformasi, beberapa diantaranya
menciptakan subjek,objek, dan objek tak langsung. Jadi, struktur batin yang
disajikan oleh Fillmore umumnya bersifat semantis dan mendapatkan struktur
semantis melalui seperangkat kaidah realisasi inti yang memetakan struktur
batin yang mencakup verba dan sejumlah frasa nomina yang berpemarkah kasus ke
dalam struktur lahir.
a.
1) S
M p
V O
K FN
Det N
Past
open the door
a. 2)
S
O M P
K FN pengedepanan
kategori kasus
Det N
The door
past open
3)
S
FN M P
Pelepasan preposisi
subjek yang melesapkan preposisi dan label kasus
Det
N V
The door
past open
4)
S
FN P
Inkorporasi
tense ke dalam verba
Det N V
The
door opened
b. 1)
S
M P
V
O D
A
K FN
K FN
K FN
Det N
Det N
Det N
Past
give the books my
brother by John
D. Teori sintaksis Tata Bahasa
Lexicase
1. Prinsip-prinsip
Tata Bahasa Lexicase
Tata Bahasa
Lexicase pertama dicetuskan oleh Stanley Starosta dalam bukunya The Case For
Lexicase : An outline of Lixecase Grammatikal Theory dalam tahun 1988.
Sebenarnya Lixecase juga merupakan perkembangan lebih lanjut dari TGT. Oleh
karena itu, maka prinsip-prinsip TGT juga berlaku bagi Lixecase, namun ada
perbedaan-perbedaan di sana sini. Perbedaan menonjol terletak pada tingkatan
analisis. Jika TGT mengenal dua tingkatan analisis, yaitu tingkatan struktur
batin dan tingkatan struktur lahir, maka Lixecase hanya mengenal satu tingkatan analisis saja yaitu
hanya membuat satu referensi tunggal untuk setiap kalimat dalam bahasa yang
bersangkutan.
2. Konsep-konsep
dasar Tata Bahasa Lexicase
Lexicase
memperkenalkan dua konsep dasar yaitu 1.
Bentuk kasus dan 2. Relasi kasus.
a. Bentuk-bentuk
kasus
Menurut Starosta
(1976:504), setiap bahasa mempunyai sekurang-kurangnya bentuk kasusus normatif
[+NM] (struktur lahir subjek gramatikal) dan bentuk akusatif [+AC] (struktur
lahir non-subjek). Karena bentuk-bentuk kasus diungkapkan utamanya oleh
nominatif dan akusatif, maka suatu bentuk kasus dapat merealisasikan lebih dari
satu relasi kasus.
Contoh:
The window broke
+N [+V]
+NM
+PAT
A hammer broke the window
+N [+V] +N
+NM +AC
+PAT
+PAT
John broke the window with a hammer
+N [+V]
+N +N
+NM
+AC +AC
+A +PAT +INS
b. Relasi
Kasus dan Peran Kasus
Relasi kasus
adalah relasi sintaksis yang dikontrak oleh verba dengan satu actant atau
lebih. Menurut Anderson (1971:10). Relasi kasus adalah relasi gramatikal yang
dikontrak oleh nomina yang mengungkapkan sifat partisipasinya dalam proses
status yang dinyatakan dalam kalimat. Relasi-relasi kasus diambil dari suatu
himpunan universal yang terdiri atas sejumlah hubungan kasus. Manifestasi
relasi kasus (pemarkah kasus) dapat dikelompokkan ke dalam suatu himpunan
bentuk kasus, yang diambil dari himpunan universal yang terbatas. Starosta
(1977:9) mengemukakan daftar relasi kasus sintaksis sebagai berikut:
1977 1978
A - Agent A - Agent
EXP - Experiencer COR - Correspondent
BEN - Benefit REF - Reference
INS - Instrument INS - Instrument
LOC - Locus LOC - Locus
PLC
- Place PLC
- Place
PAT
- Patient PAT -
Patient
MAN -
Manner MAN - Manner
TIM
- Time TIM
- Time
1.
Patient [+PAT]
Istilah Patient adalah digunakan
oleh beberapa linguis sebagai pengganti relasi kasus Objektif. Relasi kasus
objektif adalah kasus yang paling netral ditinjau dari segi semantis, yaitu
kasus sesuatu yang dapat dinyatakan oleh nomina yang perannya dalam aksi atau
keadaan yang dinyatakan oleh verba, konsep yang dibatasi pada hal-hal yang
dipengaruhi oleh aksi atau keadaan yang dinyatakan oleh verba.
2. Agen
[+A]
Agent adalah penyebab tak langsung aksi dari verba
(Starosta, 1978:478). Dalam sistem Lexicase, Agent tidak pernah muncul
sendirian. Agent harus selalu muncul bersama Patient, karena dalam tata bahasa
Lexicase setiap kalimat mengandung sekurang-kurangnya satu Patient (kecuali
verba meteorologis).
3.
Benefit [+BEN]
Relasi kasus benefit adalah relasi
dari sesuatu yang untuk keuntungannya atau kepentingannya suatu aksi yang
dilakukan, atau yang untuk kepentingannya suatu keadaan terjadi, atau yang
diberikan sebagai penggganti untuk sesuatu yang lain, atau alasan atau tujuan
untuk suatu aksi dilaksanakan (Starosta, 1974:1083). Relasi kasus ini juga
diberi batasan sebagai kasus dari target atau titik referensi evaluatif dari
aksi atau keadaan secara keseluruhan (Starosta, 1977:23;1978:500), Starosta
(1978:500) telah mengubah nama relasi kasus ini menjadi Reference [+REF].
4.
Experiencer [+EXP)
Relasi kasus Experiencer adalah makhluk
bernyawa yang dipengaruhi oleh peristiwa psikologis atau keadaan mental yang
dinyatakan oleh verba (Fillmore, 1971:42). Cool (1072:17) mendefinisikan
Experiencer sebagai kasus yang diperlukan oleh suatu verba experiensial yang
memerinci penderita dari peristiwa psikologis dan sensasi, emosi atau kognisi.
Starosta (1977:22) memberi batasan Experiencer sebagai relasi kasus dari
entitas yang muncul dengan verba yang juga memberi peluang kepada actant
Patient untuk muncul bersama dengannya dalam kalimat yang sama, yang menyatakan
bahwa Experiencer biasanya merupakan entitas bernyawa yang mengalami pengalaman
psikologis yang isinya dinyatakan sebagai Patient.
5.
Locus [+LOC]
Dalam tata bahasa lexicase baik lokasi
maupun arah dicakup oleh relasi kasus ini, sehingga tidak perlu menetapkan
relasi-relasi kasus Source, Goal, atau Path secara terpisah.
6.
Place [+PLC]
Relasi
kasus Place mengidentifikasikan setting dari aksi atau keadaan secara
keseluruhan. Relasi kasus ini hendaknya dibedakan dengan relasi kasus Locus.
Kedua relasi kasus ini bersatu dalam satu bentuk kasus yang disebut Locative
[+L].
7.
Instrument
Relasi kasus ini menyatakan kekuatan
atau objek tak bernyawa, yang secara kausal terlibat dalam aksi atau keadaan
yang dinyatakan oleh verba 9Fillmore, 1968:24). Relasi kasus ini juga mencakup
konsep alat bagi terjadinya apa yang dimanifestasikan oleh verba; dapat muncul
sebagai alat yang mengakibatkan peristiwa. Hal ini sejalan dengan batasan
relasi kasus dalam tata bahasa lexicase: entitas yang dipahami sebagai sebab
efektif langsung dari aksi atau peristiwa yang dirujuk oleh predikator utama
(Starosta, 1978:480).
8.
Manner [+MAN]
Relasi kasus manner ditafsirkan
memberikan jalan, cara, atau kondisi di mana suatu aksi dilakukan (Starosta,
1974:1085;1978:561). Relasi kasus manner diungkapkan dengan frasa preposisi
dengan with dan by.
9.
Time [+TIM]
Relasi kasus Time terdapat di antara
predikat dan actants yang menyatakan waktu atau lamanya. Actant Time dapat
muncul dengan jenis predikat apa saja, kecuali verba peristiwa, walaupun
kebanyakan predikat memberikan restriksi terhadap jenis yang dimungkinkan.
3. Organisasi
Tata Bahasa Lexicase
Organisasi Tata Bahasa
Lexicase dapat digambarkan sebagai berikut:
Komponen Basis
|
Kaidah Struktur Frasa (KSF)
|
Leksikon
|
Kaidah Leksikal:
- Kaidah Subkategorisasi
- Kaidah Kelimpahan
- Kaidah Derivasi
Entri Leksiskal:
-
Refresentasi Fonologis
-
Ciri Kategori Leksikal
-
Ciri Kasus
-
Ciri Sintaksis Lain
-
Ciri Semantis
|
Diagram
Pohon Butir
Leksiskal
Refresentasi Sintaksis
Komponen Fonologis
|
RefresentasiFonologis
E. Teori Sintaksis Tata Bahasa
Relasional
1.
Prinsip-prinsip Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa relasional mula-mula
dikembangkan oleh David Perlmultter dan Paul Postal pada tahun 1977 dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Relasi
gramatikal seperti subjek, objek langsung, objek tak langsung, dan
relasi-relasi lainnya diperlukan untuk mencapai tiga tujuan teori linguistik,
yaitu: 1. untuk memformulasikan kesemestaan linguis, 2. untuk memberi ciri
kepada kelas kontruksi gramatikal yang ditemukan dalam bahasa-bahasa alamia,
dan 3. untuk membentuk tata bahasa yang memindai dan berwawasan penuh dari
bahasa-bahasa individual.
b. Relasi-relasi
gramatikal tidak dapat diberi batasan dalam kaitannya dengan konsep-konsep
lain, seperti urutan kata, konfigurasi struktur frasa, atau pemarkahan kasus,
melainkan harus dipandang sebagai unsur-unsur mendasar dari teori linguistik.
c. Minimal
ada tiga hal yang harus dirinci dalam refresentasi sintaksis, yaitu: 1.
unsur-unsur mana yang menyandang relasi gramatikal terhadap unsur-unsur lain,
2. relasi gramatikal mana yang disandang oleh setiap unsur terhadap unsur-unsur
lainnya, dan 3. tingkat mana setiap unsur menyangdang relasi gramatikal
terhadap unsur-unsur lainnya.
2. Konsep-konsep Dasar Tata Bahasa
Relasional
a.
Relasi Gramatikal
Tentu saja konsep-konsep dasar yang
telah dibahas dalam teori-teori sintaksis terdahulu juga berlaku bagi tata
bahasa relasional. Namun TR mengenal relasi-relasi gramatikal: subjek, objek langsung, objek taklangsung, dan
sejumlah relasi oblik (lain), seperti lokatif, instrumental, dan benefaktif.
b.
Jaringan Relasi
Struktur klausa dinyatakan sebagai
jaringan arc, yang merupakan anak panah melengkung yang menghubungkan simpai
ekor kepala. Setiap arc mempunyai label untuk relasi dan satu atau lebih
koordinat yang menunjukkan stratum atau strata di mana relasi itu berlaku.
Fakta bahwa satu unsur linguistic tertentu menyandang relasi gramatikal
tertentu terhadap unsure lain pada tingkat tertentu.
3. Kaidah-kaidah Tata Bahasa
Relasional
a.
The I-Advancement Exclusivenes Law
Kaidah ini menyatakan bahwa suatu
klausa tertentu hanya dapat mengalami satu pengendapan ke 1.
b.
The Final I Law
Kaidah ini menyatakan bahwa setiap
klausa dasar harus mempunyai sebuah arc-1 dalam stratum akhir.
c.
The Nuclear Dummy Law
Kaidah
ini menyatakan bahwa unsur ‘dummy’ suatu unsur abstrak yang mewakili suatu
kategori yang biasanya dilambangkan dengan tidak dapat mengepalai arc dengan
sinyal R selain dari 1 dan 2.
d.
The Relational Succession Law
Kaidah ini menyatakan bahwa sebuah
unsur ‘ascendee’ (unsure yang ditingkatkan) menyandang relasi gramatikal
penerima dari mana unsur itu ditingkatkan.
e.
The Host Limitation Law
Kaidah ini menyatakan bahwa hanya
nominal yang menyandang relasi term yang dapat bertindak sebagai penerima
peningkat.
f.
The Stratal Uniqueness Law
Kaidah ini menyatakan bahwa tidak
boleh dari satu nominal yang dapat mengepalai arc dengan sebuah sinyal R dari
term tertentu dalam stratum tertentu.
g.
The Oblique Law
Kaidah ini menyatakan bahwa suatu
unsur terikat yang menyandang relasi oblik tetap menyandang relasi itu dalam
stratum awal.
h.
The Motivated Chomage Law
Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur
tidak diciptakan secara spontan, melainkan sebagai hasil dari pengedepanan,
peningkatan, atau kelahiran ‘dummy’.
i. The
Chomeur Advancement Ban
Kaidah
ini menyatakan bahwa chomeur tidak dapat dikedepankan.
4.
Organisasi Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa
relasional dapat digambarkan sebagai berikut:
Relasi Gramatikal
Leksikon
Jaringan
Relasi
Kaidah/Hukum Relasional
Representasi Sintaksis
5.
Analisis Klausa/Kalimat
a. The Women Walked
Pred c1 1 c1
Walked The
woman
b. The Farmer Killed
the duckling
c. The duckling was
killed by the farmer
d. Jhon killed the
duckling with an axe
e. The womwn believed
that john killed the farmer
f. Ali membawa surat
ini kepada saya
g. Ali membawakan saya
surat ini
h. Surat ini dibawakan
kepada saya oleh Ali
i. Saya dibawakan surat
ini oleh Ali
F.
Teori Sintaksis Tata Bahasa Tagmemik
1.
Prinsip-prinsip Tata Bahasa Tagmemik
Teori tata bahasa tagmemik
pertama-tama dikembangkan oleh Kenneth L. Pike, dan digunakan oleh Summer
Institute Of Linguistics (SIL) untuk pelatihan analisis bahasa. Teori ini diciptakan
untuk memecahkan masalah-masalah lapangan yang konkret dan didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut:
a. Bahasa
sebagai tingkah laku manusia
Bahasa
adalah bagian integral tingkah laku manusia. Ini berarti bahasa dapat
dianalisis dan dipahami sebaik-baikn ya sebagai suatu aspek dari tingkah laku
manusia. TT agak unik karena kebanyakan prinsip dasarnya dinyatakan berlaku
bagi semua tingkah laku manusia, termasuk bahasa. Karena itu, tagmemik menolak
pandangan bahasa yang mentalistik. Selain fungsi simbolis atau fungsi
representasional, bahasa juga mempunyai fungsi komunuikatif yang sangat
penting.
Terakhir,
tagmemik ingin dan siap untuk merangkul berbagai alat representasional untuk
tujuan yang berbeda-beda, dan tidak memberikan signifikansi empiris kepada
alat-alat yang digunakannya secara normal. Selain itu, tidak ada desakan bahwa
hanya ada satu tata bahasa yang benar, atau satu teori yang benar.
b.
Semua tingkah laku purposive, termasuk
bahasa, muncul dalam satuan-satuan atau “kepingan-kepingan”.
Suatu
satuan dapat ditentukan menurut cirri-ciri pembeda yang mengkontraskannya
dengan satuan-satuan lain dalam kelas, gugus, atau system. Satuan ini dapat
berbeda dalam bentuk fisiknya dalam batas-batas tertentu.
c.
Pentingnya Konteks
Satuan-satuan tidak terjadi dalam
isolasi; satuan-satuan itu terjadi dalam konteks. Hal ini berarti bahwa
factor-faktor penyebab bagi variabel dapat ditemukan dalam konteks. Hal ini
juga berarti bahwa dalam tata bahasa, kalimat hendaknya tidak dianalisis dalam
isolasi, melainkan dalam konteks.
d. Hierarki,
tonggak dari tagmemik
Hierarki
di sini merujuk kepada hierarki sebagian dan keseluruhan, ketimbang hierarki
taksonomis atau hierarki tipe aksesibilitas. Yaitu, satuan-satuan kecil umumnya
terjadi sebagai bagian dari satuan-satuan yang lebih besar, yang pada
gilirannya dapat menjadi bagian dari satuan-satuan yang lebih besar lagi.
Secara khusus, ujaran-ujaran linguistis dipandang terstruktur dengan tiga
hierarki yang simultan dan saling mengunci: yaitu hierarki fonologis,
gramatikal, dan referensial.
Hierarki
fonologis mencakup fonem dan silabe pada tingkat yang lebih rendah; kemudian
kelompok tekanan, kelompok ritme, dan sebagainya. Hierarki referensial mencakup
struktur isi atau makna, hubungan tingkah laku penutur- pendengar, emosi, pragmatic,
dan teori tindak-turut merupakan bagian dari hierarki referensial.
e.
Teori tagmemik secara formal mengenal
perspektif pengamat yang bervariasi
Sekurang-kurangnya ada tiga
perspektif yang berbeda, namun saling melengkapi yang dapat dipakai untuk meninjau
butir-butir yang sama. Dalam pandangan statis, butir-butir sebagai benda-benda
individual dan berbeda menjadi pusat perhatian. Pandangan dinamis memusatkan
perhatian pada dinamika butir-butir yang bertumpang-tindih, bercampur, dan
bergabung antara satu dengan lainnya. Terakhir, perspektif relasional yang
memusatkan perhatian pada hubungan antara satuan-satuan dengan memperhatikan
jaringan, medan, atau matriks.
2. Konsep-konsep Dasar Tata Bahasa
Tagmemik
a.
Tagmem
Satuan dasar dalam analisis tagmemik
adalah tagmem, yaitu korelasi gatra fungsional dengan kelas butir yang mengisi
gatra itu. Menurut Elson dan Pickett (1962:57), tagmem adalah korelasi fungsi
gramatikal atau gatra dengan kelas butir yang dapat saling menggantikan dalam
mengisi gatra itu. Tagmem adalah korelasi antara gatra-gatra di mana baik
fungsi maupun bentuk diberi nama secara eksplisit.
Gatra adalah posisi dalam kerangka
konstruksi, yang menjelaskan peran dari bentuk linguistic dalam konstruksi,
yang berkaitan dengan bagian-bagian lain dari konstruksi yang sama. Fungsi
adalah hubungan gramatikal yang menjawab pertanyaan tentang apa yang dilakukan
bentuk dalam konstruksi, dan diberi label sebagai subjek, predikat, inti,
modifikatr dan sebagainya. Kelas pengisi adalah daftar dari semua butir yang
dapat saling dipergantikan untuk mengisi gatra fungsional.
b.
Konstruksi Sintagmem
Konstruksi sintagmem adalah untaian
tagmem yang potensial, yang gugus morfemnya mengisi gatra gramatikal.
Konstruksi dalam tagmemik tidak wajib bersifat kompleks, namun harus merupakan
untaian potensial. Tagmem bukan saja merupakan suatu satuan, tetapi juga
mengungkapkan hubungan-hubungan gramatikal dalam konteks konstruksi. Konstruksi
tidak mungkin ada tanpa rujukan kepada sintagmem atau konstruksi.
c.
Pemetaan
Menurut Pike, bahasa dapat
dideskripsikan dalam kaitannya dengan hierarki segi-tiga antara fonologi,
leksikon, dan tata bahasa. Tingkat-tingkat yang paling umum digunakan adalah
tingkat kalimat, klausa, frasa, kata, dan tingkat morfem. Dengan mengelompokkan
konstruksi pada rangkaian tingkat alamiah, struktur bahasa dinyatakan sebagai
suatu pemetaan teratur pada tingkat yang lebih rendah ke dalam struktur pada
tingkat yang lebih tinggi. Morfem dipetakan ke dalam kata, kata ke dalam frasa,
frasa ke dalam klausa dan klausa ke dalam kalimat dengan cara yang teratur.
3. Organisasi Tata Bahasa Tagmemik
Tata bahasa tagmemik terdiri atas
tiga komponen, yaitu (1) komponen tata bahasa, (2) komponen leksikon, dan (3)
komponen fonologis. Komponen tata bahasa merupakan serangkaian pernyataan
sintaksis mengenai struktur kalimat, klausa, frasa, dan struktur kata. Leksikon
mendaftarkan satuan-satuan bentuk dari bahasa, disertai dengan klasifikasi dan
maknannya, serta kaidah morfofonologis untuk menjelaskan bentuk-bentuk morfem
yang bervariasi. Terakhir, komponen fonologis memberikan kepada kalimat fonemis
realisasi fonetis dalam bahasa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar